Situs Perangkat K13 dan Modul Ajar Kumer

Selamat datang di situs DUNIA PENDIDIKAN, semoga terjalin tali silaturrahim antara kita. Selain berbagi lewat blog atau website, kami juga berbagi lewat channel youtube "DUNIA PENDIDIKAN". Oleh karena itu, mari kita dukung dengan cara like, subscribe, comment dan share. Terima kasih atas kunjungannnya.

Penjelasan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning).



Selamat datang para pendidik di blog Dunia Pendidikan, semoga kita tetap diberikan kesehatan dalam mengabdi di Madrasah atau Sekolah.

Dalam menghadapi tahun pelajaran baru 2019/2020 ini, admin berbagi Penjelasan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning).

A.  Definisi/Konsep

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. 

Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.

Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. 

PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.


B.  Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
  1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
  2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
  3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
  4. Meningkatkan kolaborasi.
  5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
  6. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.


C.  Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
  1. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
  2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak
  3. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
  4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
  5. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
  6. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
  7. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan


D. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. 


Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. 

Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. 

Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. 

Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. 

Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. 

Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

D.  Sistem Penilaian

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. 

Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. 

Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

1. Kemampuan pengelolaan

Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.

2. Relevansi

Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.

3. Keaslian

Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

Sumber Pustaka : Ariani, Farida dkk. 2016. Model Pembelajaran . Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

6 Cara Sangat Ampuh Untuk Mengatasi Anak Yang Malas Belajar di Sekolah.


Setiap orang tua pasti mengingikan anaknya bisa berperestasi di sekolah, tapi terkadang yang menjadi permasalahan bagi orang tua adalah sang anak belum memiliki motivasi lebih untuk belajar atau bisa dikatakan anak tersebut malas belajar sehingga anak tersebut kurang berprestasi di sekolah. 

Jika Menurut teori perkembangan anak, sejatinya karakter anak ibaratkan kertas putih yang masih putih. jadi perilaku malas belajar yang ditunjukan seorang anak tak lepas dari cara guru dan orang tua dalam mendidik anak, selain itu pengaruh dari lingkungan masyarakat juga bisa menjadi faktor penyebab anak tersebut malas belajar.

Jika merujuk pendapat ahli, faktor yang mempengaruhi anak malas belajar ada dua yaitu faktor ekstriksik (dari luar diri anak) misalkan kondisi keluarga yang kurang kurang mendampingi anak, kurangnya ikatan emosional orang tua dan anak sehingga anak kurang mau mendengar nasehat dari orang tuanya atau pengaruh teknologi seperti gagdet, games dll sehingga anak kurang memiliki waktu untuk belajar. 

Sebagai orang tua, semestinya selalu hadir mendampingi anak baik memposisikan diri sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai guru bagi anak tersebut. sedangkan faktor dalam diri anak yang menyebabkan anak tersebut malas belajar adalah kurangnya motivasi dalam diri sendiri.

Oleh karena itu, sebagai orang tua harus memahami bahwa perilaku malas belajar anak harus diatasi mulai sejak anak masih usia dini atau masih dalam masa kanak-kanak. usia dini atau kanak-kanak adalah fase dimana anak-anak selalu meniru kebiasaan orang yang ada disekelilingnya. jadi orang tua sebaiknya mulai melatih anak-anak agar rajin belajar. cara melatih anak agar rajin belajar di usia dini terbilang cukup muda, orang tua hanya perlu melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik misalkan seperti games dan permainan-permainan yang mampu menarik perhatian anak namun memiliki nilai edukasi didalamnya. 

Perilaku malas belajar dari seorang anak tergambarkan melalui prestasi yang didapatkan di sekolah. Oleh karena itu guru memegang peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak agar rajin belajar. karakteristik anak yang malas belajar juga cukup beragam mulai dari anak yang malas menulis, perilaku anak yang malas menulis berpengaruh kepada kemampuan membaca seorang anak sehingga bisa jadi anak tersebut susah untuk belajar membaca walaupun sudah berada di kelas tinggi. Jika berbicara tentang cara mengatasi anak yang malas belajar, sebenarnya ada banyak cara, tinggal disesuaikan dengan karakter anak. jadi cara apa saja yang cukup ampuh mengatasi anak yang malas belajar? berikut


1. Reward (penghargaan)
Cara yang cukup manjur untuk membuat anak rajin belajar adalah dengan memberi hadiah kepada anak. misalkan seorang diberi target tertentu yang harus ia capai dan jika berhasil anak tersebut akan diberi hadiah. mengiming-imingin anak dengan hadiah, apalagi hadiahnya berupa hal yang anak tersebut senangi akan membuat motivasi belajar anak semakin meningkat sehingga anak menjadi rajin lebih belajar


2. Phunisment (Hukuman)
Selain pemberian hadiah, pemberian hukuman juga merupakan salah satu cara mengatasi anak yang malas belajar. pemberian hukuman kepada anak sebaiknya yang memiliki nilai pembelajaran di dalamnya seperti jika seorang anak malas belajar di kelas dan ketahuan oleh guru maka diberi hukuman seperti menghapal perkalian atau diberi tugas menulis cerita pendek tentang alasan-alasan kenapa anak tersebut malas belajar atau memberikan tugas yang cukup menantang namun tetap proporsional seperti tugas " cara mengatasi rasa malas belajar pada diri sendiri" selain anak akan beusaha mencari penyebab kenapa dia malas belajar dan cara mengatasinya, guru juga bisa terbantu dalam mencarikan solusi dalam mengatasi sikap malas belajar anak tersebut.


3. Games (Permainan)
Belajar sambil bermain adalah konsep yang banyak diterapkan disekolah-sekolah maupun di lembaga bimbingan belajar. karena pada dasarnya karakter seseorang diusia anak-anak sangat suka bermain, nah disinilah peranan orang tua maupun guru dalam mendidik anak, yakni mampu menghadirkan suasana belajar namun seolah-olah anak tersebut sedang bermain sehingga pembelajaran terkesan mengasyikan bagi  anak. ada banyak jenis-jenis games yang mendidik bagi anak-anak, tinggal guru menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak serta efektifitas permainan tersebut dalam memberi pembelajaran bagi anak. 


4. Menjelaskan manfaat belajar
Sebenarnya salah satu faktor yang membuat anak malas belajar adalah anak-anak biasanya belum memahami pentingnya belajar serta apa manfaat belajar bagi dirinya. sebagai seorang guru tidak melulu harus mengajarkan/memberikan materi pelajaran yang ada di rpp dalam setiap pertemuan namun sekali-kali guru menyelingi pembelajaran dengan kata-kata motivasi atau dengan cerita cerita yang mengispirasi sehingga muncul semangat dalam diri anak untuk belajar.


5. Bantu anak menemukan cita-citanya
Jika mengingat masa kanak-kanak yang pernah dilalui biasanya dalam pembelajaran kadang guru bertanya kepada murid-muridnya tentang apa cita-citanya kelak. sebenarnya hal tersebut merupakan suatu cara mebangkitkan motivasi dalam diri anak untuk belajar. misalkan guru bertanya "anak-anakku cita-citanya mau jadi apa? anak-anak biasanya akan menjawab " saya ingin jadi polisi bu guru, saya ingin jadi dokter, saya ingin jadi guru" umpan balik dari biasanya akan mengatakan supaya cita-citanya bisa terwujud bagaimana caranya? anak anak akan menjawab "harus rajin belajar bu guru". namun sebagian anak-anak juga memang belum memiliki cita-cita jadi tugas seorang guru mengarahkan anak tersebut menemukan cita-citanya sesuai dengan bakat dan minatnya


6. Media pembelajaran yang menarik
Salah satu penyebab anak kurang bersemangat dalam belajar adalah media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran terkadang kurang menarik. bahkan sebagian guru atau orang tua kebanyakan mengajar anak dengan metode ceramah, jika satu atau dua kali dilakukan mungkin hal itu masih bisa mempang namun jika dalam setiap mengajar anak terus menerus menggunakan metode yang sama, pada akhirnya akan bosan dan jenuh kemudian anak menjadi malas belajar. jadi orang tua dan guru harus inovatif dan kreatif dalam mengajar anak. gunakan media pembelajaran yang menarik dan bervariasi agar anak-anak selalu bersemangat untuk belajar.

Demikian 6 Cara Sangat Ampuh Untuk Mengatasi Anak Yang Malas Belajar di Sekolah, semoga bermanfaat.

Sumber: rijal09.com

Sifat-sifat yang Harus Dihindari Oleh Guru Agar Disenangi Siswa.


Menjadi guru yang disenangi oleh siswa merupakan impian bagi seorang guru. Tapi menjadi guru bukanlah perkara yang mudah di Negeri ini, masih banyak masalah-masalah yang menjadi tanggung jawab kita bersama seperti gaji guru yang minim, tidak meratanya jumlah guru di daerah, kualitas guru yang masih rendah, tuntutan jam ngajar yang tinggi dan masih banyak lagi.

Dengan masalah-masalah di atas, terkadang kita sebagai guru lupa dengan hal-hal kecil yang membuat turunnya kualitas kita sebagai guru di mata Siswa, yang mengakibatkan ketidaksukaan siswa kepada kita. Apa saja yang siswa tidak suka terhadap gurunya, berikut kami rangkum dari diskusi kami (tanya langsung) dengan siswa kelas 6 SD dan 9 SMP sebanyak 4 kelas. 2 dari dari kelas 6 SD dan 2 kelas dari kelas 9 SMP. Setiap Kelas terisi rata-rata 32 siswa.

Berikut sifat-sifat yang harus dihindari oleh Guru agar disenangi siswa:

1. Guru tidak mengusai materi
Materi pembelajaran merupakan inti pokok sistem pembelajaran, jadi kita harus menguasai materi yang mau diajarkan ke siswa secara detail. Jangan sampai kita mengajarkan hal yang kita juga belum menguasainya. Memang tidak ada manusia yang dapat memahami segala hal dengan sempurna, makanya kita harus terus belajar untuk mengajar. Sehingga konsep yang kita ajarkan terasa mantap, siswapun akan suka dengan Anada sebagai guru

2. Jarang Masuk
tidak sedikit guru yang sibuk di luar kegiatan sekolah, mungkin itu kegiatan keluarga maupun kegiatan bisnis. Kepentingan Bisnis dan keluarga boleh dilakukan asal tidak mengganggu kegiatan belajar di kelas, apalagi sampai tidak masuk dan mengabaikan tugasnya mengajar. Guru seperti ini sangat tidak disukai oleh siswanya. Jadi hindarilah!

3. Berpakaian tidak rapi (Norak)
Bagi murid-murid, guru itu merupakan cermin yang bisa mereka contohkan. Tapi bagaimana kalau guru berpakaian tidak rapi apalagi sampai berpakaian norak. Siswa akan menjadi tidak respect terhadap guru yang guru yang berpakaian tidak rapi. Ketidak siswa tidak resfect biasanya siswa tidak bisa menerima materi pembelajaran dengan baik.

4. Berkata kasar
perkataan terhadap siswa harus halus, memikat, dan penuh perhatian. setiap bimbingan, nasehat, dan perkataan harus disampaikan dengan lemah lembuh.

Hindari mengeluarkan perkataan kasar, bernada tinggi dan ancaman. Jika itu terjadi, tidak ada efektivitas dalam pembelajaran yang dilakukan. siswa akan mencemooh dan mngolok-olok guru yang sering berkata kasar.

5. Memberikan tugas rumah atau PR tanpa diperiksa
Pekerjaan rumah (PR) memang dapat menjadikan siswa rajin belajar di rumah. Mereka akan mengatur waktu untuk belajar ekstra demi menyelesaikan tugas dari gurunya. Namun ketika kesungguhan mereka di sia-siakan oleh gurunya, mereka akan kecewa dan semangat untuk mengerjakan PR selanjutnya akan kendor. Guru yang tidak memeriksa PR yang dikerjakan oleh siswa, secara otomatis tidak akan disukai oleh siswanya.

6. Menghukum semena-mena
Menghukum siswa harus didasari dengan kasih sayang, kebijaksanaan, dan kearifan. Jangan memberikan hukuman kepada siswa berdasarkan kebencian, permusuhan, dan emosi yang tidak terkendali. Guru adalah pembimbing spiritual murid, sehingga sikap perilakunya harus konsisten dengan statusnya sebagai pembimbing moral dan spiritual. Kalau hukuman didasari sifat kasih sayang, maka guru akan didasari sifat kasih sayang, maka guru akan menghindari cara-cara yang di luar batas kewajaran, bahkan tidak akan menghukum murid dengan hal-hal yang positif untuk meningkatkan kemampuan dan integritas moralnya.

Kalau guru menghukum semena-mena dengan tindakan semena-mena. seperti menyuruh berdiri dihalam sekolah selama  jam pelajaran, bertidak keras, menempeleng, dan sejenisnya maka ini akan menimbulkan kemarahan siswa. Bahkan ini dikwatirkan siswa akan membalasnya di luar sekolah. oleh karena itu hindari menghukum semena-mena.

7. Pilih Kasih (tidak adil)
Sikap pilih kasih atau tidak adil akan membuat kebijasanaan guru tidak dihormati siswanya. Mereka akan bertindak menjauh, seperti tidak mengindahkan perintah gurunya. Oleh sebab itu, sikap pilih kasih jangan samapi ditunjukan guru ke siswanya. bersikaplah adil

8. Cuek di dalam kelas maupun diluar kelas
Jika guru cuek dengan siswanya, baik dalam maupun di luar kelas. Maka siswa tidak dapat merasakan hubungan emosional yang positif antara guru dan muridnya. Mereka hanya akan belajar dalam arti formal, tetapi tidak memiliki hubungan psikologi yang akrab yang penuh manfaat.

9. Tidak memberikan contoh yang baik
Siswa adalah peniru yang sangat baik. Sebaiknya guru selain memberikan pelajaran materi kepada siswa juga memberikan contoh prilaku yang baik pula. Sehingga kelak siswa dapat bermasyarakat dengan baik.

10. Kaku (tidak humoris)
Tidak humoris merupakan sifat guru yang kurang disukai oleh siswa, karena guru yang kaku, tidak humoris biasanya menimbulkan pembelajaran yang terasa tegang sehingga siswa tidak dapat mengikuti proses KBM dengan baik.

12. Membanding-bandingkan
Guru yang suka membanding-bandingkan siswa satu dengan yang lain atau membandingkan anatar kelas dapat menimbulkan perasaan ketidaksukaan siswa yang merasa diremehkan. Jadi hidarkan membandingkan siswa di depan mereka.

13. Tidak hafal nama siswa
Tidak hafal nama siswa satu per satu sudah menjadi rahasia anatar guru (penulis juga tidak hafal). Maklum ini merupakan hal yang cukup sulit bagi guru yang mengajar siswa lebih dari 300 orang. tapi cobalah untuk semaksimal mungkin untuk hafal nama mereka, minimal nama panggilannya.

Sumber: inankito.org

Model-model Pembelajaran Yang Sesuai Dengan Kurikulum 2013.


Selamat datang para pendidik, pada kesempatan ini kami berbagi informasi terupdate tentang Model-model Pembelajaran Yang Sesuai Dengan Kurikulum 2013. 

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).

Untuk menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.
  2. Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
  3. Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/ collecting information), mengasosiasi/menalar (assosiating), dan mengomunikasikan (communicating).

Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M):

1. Model Inquiry Learning
Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya. Langkah-langkah dalam model inkuiri terdiri atas:
  1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu.
  2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain.
  3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
  4. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan.
  5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.

2. Model Discovery Learning
  1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar.
  2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
  3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan.
  4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
  5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
  6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.

3. Problem Based Learning
Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
  1. Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.
  2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.
  3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan (mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.

4. Project Based Learning
Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi, membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut:
  1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
  2. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
  3. Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
  4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
  5. Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
Demikian informasi terupdate tentang Model-model Pembelajaran Yang Sesuai Dengan Kurikulum 2013, semoga bermanfaat.


Sumber: ibnufajar75.wordpress.com

Pengertian dan Langkah - langkah Model Pembelajaran Discovery.


Selamat datang di blog Dunia Pendidikan, pada kesempatan ini kami berbagi model pembelajaran abad 21 yaitu Model Pembelajaran Discovery.

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan Pengertian dan Langkah - langkah Model Pembelajaran Discovery secara detail. 

A. Pengertian Model Discovery Learning

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. 

Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. 

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. 

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. 

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. 

Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. 

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). 

Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.

b. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran.
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan, antara lain : 

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.
  1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  4. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
  5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  6. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
  10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
  13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
  14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
  15. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
  16. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
  17. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
  18. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.
  1. Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  2. Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  3. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
  4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
  6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

c. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran.

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 

2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 

3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). 

Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). 

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). 

Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

d. Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning.
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. 

Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.


Kesimpulan:
Model Pembelajaran Discovery adalah gambaran utuh dari rangkaian pembelajaran.

Pendahuluan :
1. Salam pembuka
2. Do'a bersama
3. Absensi
4. Memberi gambaran materi, tujuan, dll
5. Kegiatan inti, dan seterusnya sampai akhir pembelajaran.

Sintak model discovery meliputi :
1. Setimulation= merasang berupa menayangkan video/mengamati
2. Indentifikasi masalah
3. Pengumpulan data spt observasi, wawancara. diskusi.
4. Verifikasi= pembuktian
5. Generally = Kesimpulan

Penutupan :
1. Postes
2. Penugasan
3. Penutup

Demikan Pengertian dan Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery. Semoga bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Pengertian Model Pembelajaran Blended Learning dan Fungsinya Disaat Mengajar.


Pada kesempatan ini kami berbagi Pengertian Model Pembelajaran Blended Learning dan Fungsinya Disaat Mengajar.

Seiring dengan perkembangan teknologi dari masa ke masa, model pembelajaran pun tentunya akan menyesuaikan dengan sendirinya. Semakin canggih teknologi di zaman itu, maka model belajar pun juga akan semakin canggih.

Model pembelajaran Blended Learning ini menggabungkan keunggulan-keunggulan dari model belajar konvensional dengan e-learning. Penggabungan baik dari cara penyampaian hingga gaya pembelajaran, menjadikan sebuah kombinasi pengajaran yang tetap menekankan interaksi sosial tapi tidak meninggalkan aspek teknologi.

Regulasi untuk e-learning saat ini juga sedang digodok oleh pemerintah, seperti yang diungkapkan oleh Mentri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan “regulasi penyelenggaraan e-learning atau kuliah secara daring dalam waktu dekat akan diterbitkan pemerintah.”

Untuk beralih dari model pembelajaran tatap muka atau bertemu secara langsung, lalu berubah menjadi daring (online) itu sangat membutuhkan effort dan biaya yang tidak sedikit. Namun ini bisa dimulai dengan model Blended Learning. Apa itu blanded learning? Model Blended Learning adalah pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual.

Menurut Semler (2005) “Blended learning combines the best aspects of online learning, structured face-to-face activities, and real world practice. Online learning systems, classroom training, and on-the-job experience have major drawbacks by themselves. The blended learning approach uses the strengths of each to counter the others’ weaknesses.”

Blended learning adalah sebuah kemudahan pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara fasilitator dengan orang yang mendapat pengajaran. Blended learning juga sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face) dan pengajaran online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial.

Blended learning merupakan pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran yang berbeda serta ditemukan pada komunikasi terbuka diantara seluruh bagian yang terlibat dengan pelatihan”. Sedangkan untuk keuntungan dari penggunaan blended learning sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face) dan pengajaran online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial yaitu:
  1. Adanya interaksi antara pengajar dan mahasiswa
  2. Pengajaran pun bisa secara online ataupun tatap muka langsung
  3. Blended Learning = combining instructional modalities (or delivery media),
  4. Blended Learning = combining instructional methods

Manfaat dari penggunaan e-learning dan juga blended learning dalam dunia pendidikan saat ini adalah e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. mahasiswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa dilakukan dari mana saja baik yang memiliki akses ke Internet ataupun tidak.

E-learning memberikan kesempatan bagi mahasiswa secara mandiri memegang kendali atas keberhasilan belajar. Pembelajar bebas menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. 

Baca juga...Pada Tahun 2019, Seleksi CPNS dan P3K NTB Akan Dibuka Lagi.

Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email, chat atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Bisa juga membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (Learning Management System).

Lalu, Perguruan Tinggi seperti apa yang cocok melakukan Blended Learning?
  1. Kesulitan membuat konten e-learning yang menarik
  2. Mempunyai masalah kapasitas dosen dan ruangan
  3. Mahasiswa yang waktunya terbatas (karyawan)
  4. Literasi Teknologi Dosen dan Mahasiswa cukup bagus
  5. Mahasiswa & Dosen Punya koneksi internet yang reliable
  6. Biaya penyelengaraan perkuliahan jauh lebih murah

Blended learning memberikan kesempatan yang terbaik untuk belajar dari kelas transisi ke elearning. Blended learning melibatkan kelas (atau tatap muka) dan belajar online. 

Metode ini sangat efektif untuk menambah efisiensi untuk kelas instruksi dan memungkinkan peningkatan diskusi atau meninjau informasi di luar ruang kelas.

Demikian, semoga bermanfaat.
Back To Top